Selamat Datang

... di situs resmi Kongregasi Bruder St. Aloysius

Selasa, 04 Juni 2013

Spiritualitas

Santo Aloysius Gonzaga (1568-1591) 

Lukisan itu bergambar sosok pemuda gagah berpakaian bangsawan. Wajahnya begitu tenang dan lembut. Pria muda bangsawan yang memilih menjadi imam Yesuit itu adalah Aloysius Gonzaga. Dia wafat di usia yang sangat muda 23 tahun karena tertular penyakit pes dari orang yang dirawatnya. Dalam hidupnya yang begitu singkat Aloysius telah memilih untuk hidup sederhana, menjaga kemurnian, dan penuh belas kasih pada para kaum muda dan orang sakit. Aloysius Gonzaga, yang biasanya dipanggil Luigi, lahir di Castiglione delle Stiviert, Italia Utara pada tanggal 9 Maret 1568. Ia berasal dari sebuah keluarga bangsawan yang berkuasa dan kaya raya. Ketika berumur 9 tahun , putera tertua dari Bangsawan Marchese Ferrante ini mengikuti pendidikan di istana salah satu keluarga terpandang di Eropa, Fransesco de Medici di Florence. Selama berada di istana de Medici, Aloysius kecil mulai menyadari panggilan ilahi dalam dirinya. Hidup asusila yang mewarnai cara hidup orang-orang istana sangat memuakkan hatinya. Untuk menghindari pengaruh gaya hidup para bangsawan saat itu, ia terus berdoa memohon pertolongan dari Tuhan. Tak hanya itu, Aloysius kecil dengan berani memutuskan untuk menjaga kesucian dirinya. Keputusan kuat ini diikrarkan selagi usianya 10 tahun. Dua tahun kemudian laki-laki kecil berpikiran dewasa ini menerima Komuni Kudus pertama dari Uskup Agung Milan, Karolus Borromeus. Setelah itu Aloysius dikirim ke Mantua dan hidup bersama sanak saudaranya. Sanak keluarganya itu memiliki kapel pribadi yang sangat indah tempat Aloysius menghabiskan waktunya. Aloysius selalu membaca buku Kehidupan Para Kudus dan mendaraskan mazmur-mazmur. Dari pendarasan mazmur harian inilah pikiran untuk menjadi seorang imam muncul. Selain itu ia menemukan ringkasan ajaran kristiani, karangan Petrus Kanisius dengan meditasi-meditasi untuk setiap hari pada akhir buku itu di perpustakaan keluarga. Aloysius menggunakan meditasi-meditasi itu untuk doanya dan segera mulai merasakan buah-buah rohani. Aloysius juga berpuasa tiga hari seminggu, bermeditasi pagi dan sore, serta menghadiri Misa setiap hari. Aloysius mempunyai bapa pengakuan seorang imam Yesuit, dan makin lama semakin terpikir untuk menjadi seorang Yesuit. Hasrat itu dikuatkan pada tanggal 15 Agustus 1583, ketika Ia sedang berdoa di depan patung Bunda Maria di gereja Yesuit. Ayahnya tidak memberi izin karena Aloysius adalah anak tertua calon penerus keluarga. Tetapi Aloysius tetap bersikeras menjadi imam. Akhirnya setelah mendapat persetujuan ayahnya, Aloysius muda masuk novisiat Serikat Jesus di usia 17 tahun. Ia mengucapkan ketiga kaulnya (kemiskinan, kemurnian dan ketaatan) pada tanggal 25 November 1587. Selanjutnya ia melanjutkan studinya dengan belajar teologi dan terbukti sebagai mahasiswa yang cemerlang. Tak hanya pandai dalam hal akademis, Frater Aloysius juga seorang yang saleh dan penuh belas kasih. Kawan-kawannya sangat menyukainya karena belaskasihan, kerendahan hati dan ketaatannya. Kesalehan hidup dan ketabahannya dalam menghayati hidup membiara membuat dia menjadi tokoh teladan bagi kawan-kawannya. Kemurnian hati, nilai-nilai luhur dan sikap hidup Aloysius Gonzaga membuatnya dipilih menjadi Santo Pelindung Tarekat Bruder Congretio Sanctii Aloysii (CSA) atau Kongregasi Santo Aloysius. Tarekat ini didirikan oleh Pastor Willem Hellemons, seorang imam dari Ordo Cistersien, pada tanggal 1 Maret 1840 di Kota Oudenbosch, Belanda. Tarekat ini memberi perhatian pada pendidikan kristiani kaum muda. Aloysius yang sejak kecil menyerahkan hidupnya bagi Tuhan menjadi teladan bagi para bruder CSA. Di sepanjang jaman, kaum muda mengalami saat krisis identitas, mudah terpengaruh dan tergoda pada hedonisme. Tetapi Aloysius muda justru melawan arus kebiasaan orang muda pada zamannya. Aloysius selalu dijiwai semangat yang berkobar-kobar, idealis, berani bermimpi, namun memiliki kemurnian hati dan belas kasih pada sesama. Itulah yang seharusnya juga menjadi semangat yang dimiliki seorang Bruder CSA. Selain itu kemurnian hati Aloysius untuk mengabdikan diri hanya pada Tuhan dihayati juga oleh para bruder CSA. Para bruder menghayatinya melalui pekerjaan/karya para bruder masing-masing yang dipercayakan oleh tarekat. Kemurnian Aloysius disimbolkan dengan Bunga Lili (lambang kemurnian) yang sering disertakan pada gambar dan patungnya. Bruder CSA berkarya di Indonesia di 10 komunitas yang terletak di 6 kota. Biara pusat berlokasi di Banyumanik, Semarang. Selain berkarya di bidang pendidikan, para bruder juga memulai karya wisma lansia “Harapan Asri” sejak tahun 2009. Beberapa bruder membantu keuskupan dan bekerja sebagai Ketua Yayasan St Paulus yang membawahi SMK dan Akademi Kimia Industri (AKIN), sebagai Direktur Yayasan Sosial Soegijapranata (YSS), dan sebagai tenaga bimbingan konseling di SMK Kimia Industri. Di Sleman Yogyakarta, para Bruder CSA mengelola SMPK St Aloysius milik paroki Turi dan mendirikan asrama putra/i St Aloysius. Selain itu mereka juga berkarya di Madiun, Kupang, dan Flores. Ada 3 komunitas Bruder CSA di Flores. Di Ruteng, Flores, ada Yayasan Solidaritas yang mengelola rumah retret dan pendidikan non-formal/kursus-kursus untuk kaum muda putus sekolah (pertanian, peternakan, bengkel kayu, besi, batako, dan otomotif). Semua peserta kursus tinggal di asrama bruderan. Di Boawae, Flores, para bruder mengelola asrama putra dan beberapa bruder menjadi guru dan mengajar di sekolah milik yayasan keuskupan. Sedangkan di Mbay, Flores, ada asrama putra St Aloysius dan sebuah bengkel kayu. Para bruder CSA menghayati devosi pada Sakramen Maha Kudus yang diwujudkan dengan mencintai ekaristi dan adorasi rutin di setiap komunitas. Devosi sengsara Yesus muncul dalam spiritualitas salib di mana setiap Bruder CSA dituntut berani mati raga, kerja keras, tidak mudah menyerah demi orang-orang kecil miskin, tersingkir, difabel, yang juga menjadi pilihan karya tarekat. Juga devosi pada Bunda Maria dengan doa rosario bersama atau pribadi. Selain itu, para bruder selalu hidup dalam sebuah komunitas, taat pada pimpinan komunitas dan menghidupi kaul kemiskinan, ketaatan, serta kemurnian. Tinggal bersama bruder yang lain dalam sebuah rumah/komunitas berarti siap untuk berbagi suka dan duka, terbuka, dan menerima satu sama lain dalam kebersamaan. Pada 1591, terjadilah wabah pes dan kelaparan di Italia. Aloysius mengumpulkan dana dengan mengemis di Roma bagi daerah-daerah yang terkena wabah. Aloysius bekerja langsung merawat orang-orang sakit, mengangkut orang-orang yang hampir mati di jalan raya, membawanya ke rumah sakit, memandikan, memberi makan serta mempersiapkan mereka untuk penerimaan sakramen-sakramen. Karena banyak Yesuit muda mulai terkena penyakit itu, Pater Superior melarang Aloysius untuk kembali ke rumah sakit. Ketika Aloysius mengajukan lagi permintaan untuk melayani orang-orang sakit, ia diberi izin, tetapi hanya untuk membantu di Rumah Sakit Santa Perawan Maria Penghibur. Di sana pasien-pasien dengan penyakit menular biasanya tidak diterima. Aloysius pergi ke sana, mengangkat seorang pasien dari tempat tidurnya, merawatnya dan mengembalikannya ke tempat tidur semula. Ternyata orang itu terkena penyakit menular dan Aloysius ketularan penyakit itu dan terpaksa istirahat. Tanggal 21 Juni 1591, pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, Aloysius menghembuskan nafas terakhirnya. Sesaat sebelum wafat, Aloysius mengarahkan pandangan matanya kepada salib yang ia pegang, dan sewaktu mencoba menyebut nama Yesus, imam muda Yesuit yang penuh belas kasih itu meninggal dunia. Aloysius Gonzaga wafat pada usia 23 tahun dan
dimakamkan di Gereja Anunciata, di samping Kolese Roma. Di kemudian hari, jenazahnya yang suci dipindahkan ke Gereja Santo Ignatius. Di sana jenazahnya dihormati sampai hari ini. Tanggal 21 Juni lalu menjadi pesta nama St Aloysius. Para Bruder CSA merayakannya sebagai pesta kongregasi. Biasanya hari itu menjadi hari penerimaan jubah dan pengikraran kaul sementara. Peristiwa ini dilakukan dalam sebuah Misa khusus di Komunitas Novisiat dengan mengundang perwakilan bruder dari semua komunitas di Jawa. Komunitas yang lain merayakan dengan caranya masing-masing. Aloysius Gonzaga diberi gelar Beato oleh Bapa suci Paulus V pada tanggal 19 Oktober 1605 dan dinyatakan sebagai Santo oleh Paus Benediktus XIII pada tanggal 31 Desember 1726. Pesta Santo Aloysius dirayakan pada tanggal 21 Juni.

0 komentar:

Posting Komentar