Selamat Datang

... di situs resmi Kongregasi Bruder St. Aloysius

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 15 Juli 2022

Refleksi Alumni SPG Ruteng

 

TUHAN MEMBENTUK PRIBADI KITA MENJADI “TERANG DUNIA”
(Catatan refleksi seorang alumni setelah Reuni Alumni SPG 20 - 21 Juni 2022.)

Bapak Silvester Bila
Pada waktu saya menjabat Bupati Manggarai, saya  mendapat kesempatan istimewa untuk studi banding di Amerika Serikat.  Waktu pulang, saya singgah di Belanda, mengunjungi Bruder Aquino di  biara  Bruderan Santo Aloysius.  Ketika saya mampir di pintu gerbang biara, Bruder Aquino tidak percaya bahwa yang berdiri di hadapannya adalah Anton Bagul, mantan muridnya, SPG Tubi 1968-1970. Setelah saya menyalami dia, dia berkata: ”Anton, mengapa engkau ada di sini?” katanya sambil menarik tangan saya memasuki ruang biara itu.   Dia mempersilakan saya untuk melihat beberapa foto yang bergantung di dinding kamarnya. Di antara foto-foto itu, ada beberapa foto saya yang diperolehnya dari majalah Dian dan Kunang-kunang.
Dari sekian percakapan kami, saya memetik satu pernyataan Bruder Aquino kepada saya: Anton, saya mengajar dan mendidik engkau di SPG untuk menjadi ‘Guru Kampung’, yang tugasnya mengajar, mendidik, dan membimbing anak remaja di kampung yang masih buta bahasa, buta huruf, dan buta angka. Saya tidak mendidik engkau menjadi Bupati. Engkau jadi Bupati karena dipilih Tuhan. Maka saya bersyukur dan mengagumi karya Tuhan yang menyempurnakan karya Bruder CSA di Tubi Ruteng.” (Bapak Anton Bagul, Reuni Alumni SPG Tubi / St Aloysius, Ruteng, 21 Juni 2022).
Pernyataan Bruder Aquino adalah sharing iman yang dibagikan kepada kita mantan anak asuhnya di lembah Tubi. Visi lembaga pendidikan SPG asuhan Bruder CSA adalah menyiapkan Guru yang unggul dalam profesinya mencerdaskan anak bangsa yang dihimpun dalam ruang-ruang kelas sekolah dasar. Namun dalam kenyataannya ada banyak alumni tamatan SPG Tubi / SPG Santo Aloysius yang tidak pernah masuk ruang kelas sekolah dasar. Mereka tidak pernah mengalami bagaimana asyik dan suka dukanya melakukan pekerjaan “membuka mata anak didik yang buta bahasa, buta huruf, dan buta angka” di sekolah dasar atau sekolah kampung itu.  Ada begitu banyak alumni SPG Tubi /St Aloysius, pada tahun-tahun awal berprofesi guru SD. Kemudian  meninggalkan ruang kelas SD, masuk dalam dunia politik, menduduki jabatan penting dalam lembaga Pemerintah Daerah sampai lembaga Pemerintah Pusat. Ada juga yang berprofesi Pengusaha, Wartawan, Penegak hukum, dan beberapa profesi lain di luar ruang kelas.
Kalau direnungkan, semuanya ini terjadi karena adanya campur tangan Tuhan dalam hidup kita. Meskipun para Bruder dan Guru SPG menyiapkan kita untuk berprofesi sebagai guru yang mencerdaskan anak bangsa di SD, Tuhan memanfaatkan potensi diri kita untuk berprofesi mencerdaskan bangsa di masyarakat dan lembaga lain diluar lembaga pendidikan. Tanpa kita sadari, melalui  Bruder-Bruder CSA dan para Guru, Tuhan membentuk pribadi kita menjadi “Terang dunia”. Kita bukan hanya menerangi kegelapan dunia di ruang-ruang pendidikan sekolah dasar, tetapi juga menerangi semua kegelapan pada setiap lorong kehidupan dunia.  Semoga profesi kita selalu  bersinar terang dalam  lingkungan pekerjaan kita dan semakin banyak orang diselamatkan berkat pelayanan  profesi kita.
Salamku untuk semua alumni yang purna bakti, meski sudah pensiun dari profesinya, ingatlah profesi ilahi  sebagai pembawa terang dunia tidak mengenal pensiun. Dalam usia lanjut atau usia senja kita masih dapat membawa terang yang menyinari keluarga dan masyarakat di sekitar kita. Kamu adalah terang dunia. Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik. (Mat 5:14.16).

(Percikan pengalaman Reuni SPG Tubi / SPG St Aloysius, 20-21 Juni 2022)

Minggu, 26 Desember 2021

Hidup Kita Bulan Desember 2022

Media komunikasi Bruder CSA Indonesia yakni majalah HK kembali hadir di tengah para Bruder dan para sahabat semuanya dengan tema "22 Tahun Kemandirian CSA Indonesia".

Selamat membaca dan jangan lewatkan satu Rubrik pun, isinya sangat menarik dan lain dari yang lain.

Kamis, 25 November 2021

Refleksi Generasi Muda CSA tentang Kemandirian CSA itu Indah

 

KEINDAHAN DALAM CSA

(Br. Alfonzsh R. Banase, CSA)

(Tulisan berikut merupakan sebuah refleksi sederhana menyambut kemandirian CSA di Indonesia)

PROLOG

Dalama Kamus Besara Bahasa Indonesia, kemandirian diartikan dengan hal atau keadaan seseorang dapat berdiri sendiri atau tidak bergantung kepada orang orang lain. Artinya bahwa kemandirian adalah kesiapan dan kemampuan individu untuk berdiri sendiri yang ditandai dengan menentukan nasib sendiri, kreatif, inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab dan mampu menahan diri.

Merefleksikan kembali perjalanan kemandirian CSA di Indonesia ini bukanlah barang jadi atau sesuatu yang ada dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil dari proses yang panjang dengan melewati berbagai persoalan. Bahkan dalam proses perencanaan awal kemandirian saja sudah mengalami penolakan secara halus. Hal ini disampaikan oleh Br. Theo Sponselee dalam kunjungannya ke Indonesia pada tahun 1986 dengan membawa pesan yang hanya sebagai suatu gagasan, tetapi mengakibatkan suatu kehebohan besar. Salah seorang bruder Indonesia menyatakan perasaannya dengan suatu metafora: ‘seekor ayam tidak pernah akan melepaskan anak-anaknya’. Seorang bruder lain menyatakan rasa pahitnya dengan  kata-kata: ‘dewan umum Belanda lebih suka melepaskan kekuasaannya atas bruder Indonesia, daripada menjalankan  kekuasaan itu bersama bruder Indonesia’. Tentu ini hanya persoalan awal yang diikuti banyak persoalan dan kesulitan. Meskipun demikian, tepat pada tanggal 25 Nopember propinsi Indonesia dipisahkan dari kongregasi induk dan diakui sebagai kongregasi diosesan dan otonom: Kongregasi Para Bruder Santo Aloisius Gonzaga, Semarang.

 

KEINDAHAN CSA

Melihat perjalan kemandirian CSA Indonesia ini, sebagai generasi muda CSA saya sangat berbangga kepada para bruder yang sudah berjuang mewujudkan kemandirian itu. Dalam lika liku perjalanan CSA itu, sebagai generasi muda saya merefleksikan dan menemukan keindahan yang dimiliki oleh para bruder CSA pendahulu yang memperjuangkan kemandirian, yang tidak dimiliki oleh orang lain. Mungkin orang lain memilikinya tetapi belum tentu sama. Jika keindahan ini benar-benar dihayati dan dihidupi, maka CSA bisa menjadi teladan bagi setiap orang yang dilayani.

 

Keindahan itu adalah Persaudaraan, Kasih dan Damai (PKD). PKD ini sudah diwariskan dari para pendahulu (pendiri) yang dihidupi dari masa ke masa bahkan dalam proses mewujudkan dan sampai terwujudnya kemandiriaan CSA di Indonesia.

 

1.         PKD sebagai Falsafah dan visi CSA

Kekhasan CSA itu adalah PKD. Mungkin selama ini banyak hal yang sudah dibuat dalam hidup PKD seturut konstitusi atau domuken. Namun, saya mencoba melihat PKD sebagai falsafah, bukan pernyataan tentang apa yang sudah dicapai (Kemandirian). Sebaliknya, PKD adalah visi yang menunjukkan apa yang belum dicapai dan sesungguhnya merupakan tujuan yang indah yang ingin kita capai agar CSA menjadi lebih baik. 22 tahun telah kita lewati. Kiranya hari raya kemandrian ini merupakan moment yang tepat untuk para bruder supaya melihat dan mendalami kembali PKD. Apa yang perlu diubah? Apa yang harus dibarui ke depan? Artinya yang perlu dilihat dan dibarui itu PKD kedepannya. Bukan berarti melupkan yang sudah berlalu (sejarah) tetapi kiranya baik sejarah itu menjadi tolak ukur dan pembelajaran kedepannya. Life must be lived forwards, but can only be understood backwards- hidup harus dihayati dengan melangkah kedepan, tetapi hanya dapat dipahami dengan menoleh ke belakang” (Soren Kierkegoard). Memang untuk mengetahui masa lampau karena masa lampau membantu kita memahami di mana kita sekarang ini. Juga berarti untuk membuat rencana masa depan karena rencana itu membantu kita memutuskan apa yang harus dikerjakan sekarang ini. Tetapi, satu-satu hal yang secara aktual ada adalah di sini dan kini.

 

2.         PKD sebagai karakter CSA

Setiap pribadi dalam CSA begitu berbeda dan unik satu dengan yang lainnya. Perbedaan dan keunikan masing-masing yang bersatu dalam satu kesatuan yaitu CSA, adalah keindahan yang luar biasa. Perbedaan-perbedaan ini bukan menjadi penyebab untuk setiap pribadi hidup sendiri atau terjadi sukuisme, melainkan menjadi kekayaan dan cermin karakter persaudaraan para bruder supaya menjadi komunitas yang solid, kuat, demi satu tujuan yang sama, mengikuti Tuhan sebagai bruder CSA yang mandiri, bukan CSA yang lemah. Kekuatan karakter ini adalah setiap bruder menerima semua perbedaan dan keunikan dengan saling menghargai sebagai ciptaan Tuhan yang unik. Alangkah baiknya karakter ini menjadi lebih kuat jika dilandasi dengan semangat Nekaf Mese, Ansaof Mese- satu hati, satu jiwa (bahasa Timor-Dawan). Kita jelas berbeda, dan tidak bisa disamaratakan begitu saja. Tetapi satu keindahan yang pasti, kita sama-sama datang dan bersatu untuk menjadi bruder CSA, dan pewarta kabar gembira kepada kaum muda di tengah zaman yang tidak pasti (unpredicatable world). Semangat nekaf mese, ansaof mese inilah yang mampu menjadikan kita sebagai CSA yang berkarakter, CSA yang kuat dan mampu berlangkah bersama-sama.

 

3.         PKD sebagai jiwa CSA

Sebagai seorang CSA kita dipanggil untuk saling mengasihi dan bersama-sama memperjuangkan hidup yang damai. Kasih dan damai (Caritas et Pax) merupakan khasanah warisan dari para pendiri, “ajakan terus menerus dari bapak Vincentius untuk “Kasih dan Damai”(Kons. 1..3.2). Kasih dan damai ini sudah menjadi jiwanya para pendiri dan para bruder pendahulu.

Sebagai generasi CSA sekarang ini tentu patut kita berbangga dengan Kasih dan Damai. Tetapi apakah ini sudah kita jadikan sebagai jiwa kita? Jangan sampai, jiwa caritas et pax hanyalah sebagai slogan atau kata-kata indah? Misalnya; tidak ada kasih dan damai dengan sesama (saling mendiamkan, gosip, sakit hati, iri hati, tidak rela berbagi karena takut disaingi), masih ada persaudaraan feodal (yunior-senior, kakak-adik, tua-muda). Jika kita mau jujur dengan diri sendiri dari hal-hal diatas mungkin pernah kita alami, atau bahkan kita sendiri pernah melakukannya. Bersyukurlah kalau ada dari kita yang tidak pernah melakukan itu.

Jiwa caritas et pax yang tulus dan bersahaja runtuh pada saat kita terlibat dalam hal-hal diatas. Inilah kenyataan yang terjadi, kita bangga menjadi menjadi CSA tapi kita tidak serius menjadi CSA secara serius. Kita tidak mengasihi sesama saudara dalam komunitas, kita tidak damai dalam komunitas tapi damai di luar komunitas, kita tidak rela berbagi, takut disaingi, merasa lebih hebat dan pintar dari yang lain, karena banyak berkarya menganggap rendah yang lain, tidak ada keseimbangan antara doa dan karya, tidak menghargai karya dan usaha yang dilakukan oleh sesama bruder, dan yang lebih parah jika kita tidak menaruh semua pengharapan dan kepercayaan kita kepada Allah. Kita mungkin mempunyai pembelaan diri. Saya bukan santo! Saya hanyalah manusia biasa! Inilah caraku! Inilah watakku! Tetapi sadar atau tidak sesungguhnya itu adalah kekurangan pada watakmu.

Melihat ini, roh atau jiwa caritas et pax perlahan berubah haluan, hanya sebatas kata-kata indah yang diucapkan. Untuk itu, kita perlu menemukan dan menghidupkan kembali jiwa caritas et pax yang bukan hanya sebagai teori. Karena teori tidak akan bermakna tanpa adanya praktek. Mari kita wujudnyatakan jiwa caritas et pax dalam kehidupan kita setiap hari dimana pun berada.

TANTANGAN UNTUK KITA GENERASI MUDA CSA

Jika keindahan diatas benar-benar kita hayati dan hidupi, maka CSA akan semakin kokoh kuat dalam menghadapi arus zaman yang tidak pasti ini (unpredictable world) dan CSA tidak akan pernah lenyap.

Bercermin dari para pendiri yang meski mengalami konflik dan perlakuan kurang bersahabat, perjuangan terkait pengesahan konstitusi dan pembangunan Institut St. Louis. Begitupun para bruder pendahulu yang berjuang telah dan melewati berbagai tantangan untuk kemandirian CSA di Indonesia. Tetapi mereka tetap menjalani dengan semangat PKD yang berkobar-kobar. Mereka tetap berjalan bersama, Nekaf Mese, Ansaof Mese, yang membawa CSA tetap eksis sampai sekarang dan kita masih menikmatinya. Apakah semangat ini masih kita miliki? Apakah kita mau berjuang bersama untuk CSA? Inilah waktu kita. Inilah kesempatan kita. Mari kita bersama-sama, Nekaf mese, ansaof mese, membangun CSA yang lebih baik lagi kedepannya. Kita rawat khasanah warisan dari pendiri (PKD) ; “Hendakknya para bruder mempertahankan sebagai khasanah warisan yang berharga apa yang dihayati oleh para pendiri dan bruder-bruder pertama.TERMASUK KHASANAH WARISAN ITU: Ajakan terus menerus dari bapak Vincentius untuk “Kasih dan Damai” (Kons. 1.3). Kita tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, satu-satunya jalan ke depan adalah bersama, bergandeng tangan bantu-membantu dan tempat untuk memulai semua itu adalah diri sendiri.

 

 

Sumber bacaan:

Buku PKD Jilid 1 &2

Nolan, Albert. 2006. Jesus Today: A Spiritual of Radical Freedom. …. Orbis Books

Pedoman CSA

Konstitusi CSA

 

 






 

Rabu, 17 November 2021

Sepak bola itu pemersatu

                                                       

SEPAK BOLA ITU PEMERSATU

(Unitas In Diversitas-Bersatu Dalam Perbedaan)

Br. Alfonzsh, CSA

 

Menerut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persatuan adalah gabungan (ikatan, kumpulan, dan sebagaiannya) beberapa bagian yang sudah bersatu. Sementara kesatuan adalah perihal satu. Keesaan yang bersifat tunggal. Berdasarkan istilah, persatuan dan kesatuan berasal dari satu kata yang berati utuh atau tidak terpecah belah.

Sepak bola bukan sekedar olahraga permainan. Lebih dari itu sepak bola adalah pemersatu banyak perbedaan.  Ini disentil oleh Stefan Howells, tokoh olahraga di Afrika Selatan yang mengatakan bahwa  politik memang perlu. Tetapi lewat politik Anda hanya akan menemukan perbedaan partai-partai. Lewat bola Anda menemukan satu-satu ideal, yang bisa membuat orang seia-sekata. Kesatuan idealisme inilah jalan untuk mengubah masyarakat lama menuju masyarakat baru. Hal ini terlihat dari permainan sepak bola yang mempersatukan semua unsur dalam kehidupan. Karena bola Kristen maupun Islam, kulit putih maupun putih, anak-anak, orang tua, bahkan wanita melupakan perbedaan yang ada diantara mereka. Memang benar kalau permaian sepak bola tidak selalu membawa perdamaian, tetapi jika dipahami dengan baik, keseruan bisa membuat orang lupa dengan latar belakang mereka.

Kita perlu belajar dari sepak bola bahwa kita memang berbeda. Kita datang dari berbagai daerah, latar belakang keluarga, gaya hidup, dan suku yang berbeda. Tetapi kita semua adalah satu. Kita dipersatukan oleh sang pencipta. Kita boleh berbeda pendapat tetapi bukan bermusuhan. Kita berbeda warna kulit tetapi kita adalah saudara.

Sadar atau tidak, kita sebenarnya adalah saudara. Sebagai sauadara kita mempunyai kekhasan masing-masing. Kita semua semua dibentuk melalui berbagai macam pengalaman pribadi. Hal ini menuntut dari setiap pribadi keterbukaan untuk saling menerima untuk tetap berada dalam kebersamaan, persaudaraan dan kesatuan, serta rasa tanggung jawab. Kita belajar dari para pemain bola yang datang dari berbagai negara, dengan latar belakang yang berbeda. Tetapi mereka bersatu, hidup bersama dalam satu tim. Dalam perbedaan itu mereka bersatu berjuang untuk meraih kemenangan tim yang dibela.  Hemat saya, bersatu adalah kata kunci ketika ingin menggapai cita-cita yang sangat mulia. Setiap pribadi menyumbangkan sikap hati yang tulus dalam berbagi hidup, pengertian dan saling membantu. “Semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama” (Kis. 2:44).

Saya mengutip dari isi pidato Presiden Soekarno pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 1963, bahwa ratusan lidi akan tercerai berai, tidak berguna, dan mudah patah jika tidak diikat. Namun, jika lidi-lidi tersebut disatukan dan diikat maka tak akan ada yang mampu mematahkannya. Demikian pula rakyat Indonesia yang harus menjaga persatuan dan kesatuannya.

Saya berpikir bahwa ketika kita bersatu dan bersama segala sesuatu akan kita lakukan. Karena dalam kebersamaan akan menjadikan hal-hal sepele terasa sangat menggembirakan. Seorang pemain pernah mengatakan bahwa jika di lapangan hijau kita dapat memberi contoh bagaimana suatu tim yang terdiri dari latar belakang berbeda bersama-sama dapat menghasilkan prestasi, maka prestasi itu akan bergema bagi kesatuan seluruh dunia.

LOTIS itu aneka buah. Rujak nama lainnya. Lotis itu bisa berarti keragaman yang menyegarkan. Unitas in diversitas! Setiap pribadi menyumbangkan rasanya. Inilah kebersamaan dalam kehidupan bersama sebagai mahkluk sosial. Kita datang dari latar belakang, suku, budaya, dan agama yang berbeda. Tetapi disini mereka dipersatukan dengan semangat LOTIS; LOving (mencintai), TransformIng (mengubah), dan Serving (melayani) di tengah keanekaan manusia, komitmen untuk memberi diri bagi pelayanan kasih.

Sabtu, 16 Oktober 2021

MENIMBA SUMBER AIR KEHIDUPAN

 

MENIMBA SUMBER AIR KEHIDUPAN

(Br. Fidelis, CSA)

 

 

Hidup yang berarti adalah hidup yang memberi manfaat bagi orang lain.

Jadilah seperti air, menjadikan biji benih yang mati, bertumbuh tunas.”


        Pada tanggal 22 Maret 2021 pukul 06.00 WIB, saya berangkat dari stasiun Madiun menuju stasiun Pasar Senen untuk menjalani tugas perutusan baru yang diberikan kepada saya  oleh kongregasi yakni menimbah pengalaman di Civita Youth Camp. Pengalaman pertama tetapi menyenangkan karena adanya suasana kekeluargaan dan penuh cinta kasih yang saya rasakan selama berproses di Civita Youth Camp selama 6 bulan 15 hari. Pengalaman-pengalaman yang saya dapat selama berproses di Civita membentuk saya untuk menjadi seorang pendamping kaum muda dengan pola atau konsep yang dimiliki oleh Civita. Tahap awal dalam proses ini adalah saya dilibatkan untuk ikut bagaimana memberikan rekoleksi dan LKTD untuk kaum muda dalam situasi pandemi melalui zoom. Tahap selanjutnya saya didampingi bagaimana caranya memuat materi untuk memimpin rekoleksi. Sangat menarik bagi saya pada bagian ini karna saya dilatih untuk membuat materi sesuai dengan kebutuhan konsumen atau yang akan menjadi sasaran rekoleksi itu diberikan dengan melihat situasi zaman. Materi- materi yang disajikan kepada para peserta rekoleksi berupa penampilan power point dan game. Meskipun dua hal ini kelihatan sangat sederhana tetapi dapat memberikan dampak yang positif dalam pemberian materi yang akan dibawakan apalagi kegiatan yang dilakukan menggunakan Zoom. Power point dan game akan membuat para peserta menjadi rileks dan mencairkan suasana.

    Kehadiran saya di Civita diterima dengan suasana kekeluargaan, bukan saja dengan staf tetapi dengan karyawan dan karyawati sehingga suasana ini membantu saya untuk cepat menyesuaikan diri dan merasa seperti rumah sendiri, komunitasku. Situasi pandemi membawa dampak pada pelayanan retret dan rekoleksi di Civita Youth Camp dimana yang dulunya diadakan banyak kegiatan dengan peserta yang banyak, sekarang menjadi sedikit sehingga muncul peluang bisnis baru yang dilakukan di Civita yakni terciptanya karya industri rumah tangga yang baru dengan membuat jajanan seperti stick keju, biji ketapang, kripik bawang, telur asin dan ada juga minuman yang sebelumnya sudah diproduksi yaitu Seruni. Saya merasa senang bisa ikut terlibat dalam proses pekerjaan pengolahan dan pembuatan aneka macam jajanan ini. Pandemi tidak membuat kami berdiam diri tetapi kami punya cara yang lain untuk melayani.  Sistem pemasaran dilakukan memalui media sosial, para kenalan dan jumlah pemesanan yang kami terima sangat banyak. Dalam rutinitas ini kami juga tetap melayani permintaan peserta yang akan retret dan rekoleksi secara online. Pengalaman yang sungguh luar biasa dan bermanfaat bagi saya.

            Berproses di Civita tidak hanya membentuk saya menjadi pendamping kaum muda tetapi semakin mengokohkan panggilan saya sebagai seorang bruder CSA dimana saya banyak belajar dari seluruh anggota komunitas Civita yang terdiri dari beberapa tarekat diantaranya SJ, CB, OSC, OCD dan SVD. Pengalaman hidup bersama dengan mereka meberikan dampak positif bagi saya untuk melangkah maju mengikrarkan kaul kekal. Terima kasih Civita, banyak pengalaman berharga yang saya dapat untuk menjadi bekal bagi saya menjadi pendamping kaum muda. Semoga kehadiran saya bagi kaum muda membantu mereka untuk berkembang menjadi pribadi yang utuh dan penyalur berkat bagi orang lain dengan apa yang mereka miliki. Tidak ada yang bisa saya berikan kepadamu (Civita) hanyalah doa agar engkau tetap menjadi tempat yang mengispirasi kaum muda.

 







Terima kasih Komunitas Civita.